MORAL DAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS

1. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.

Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2010 , ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?

Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.

Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.

Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?

Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombangambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati. Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

GCG dan Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi



 

Dalam setiap perusahaan memiliki keinginan untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan. Tidak cuma jangka pendek¸ bahkan jangka panjang. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, perlu adanya pelaksanaan GCG (Good Corporate Governance) yang dilandasi oleh integritas yang tinggi. Perusahaan merupakan pedoman perilaku yang menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua pegawai dalam menerapkan nilai – nilai perusahaan serta membantu mereka untuk memecahkan dilemma etika yang mereka hadapi dalam melaksanakan kegiatan bisnis.

Pengertian GCG (Good Corporate Governance)
Mencuatnya skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo (2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini adalah beberapa pengertian GCG :

Menurut Zaini dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama antara Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”.

Secara sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi. Menurut Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”. 
 
Menurut Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.

Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG 

Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
1) Transparansi
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba. 

2) Kemandirian
suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan pihak lain. 

3) Akuntabilitas
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.

4) Pertanggungjawaban
kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

5) Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) akan mendorong perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang unggul dan nilai tambah ekonomi pemegang saham dan para stakeholder, termasuk pelaku bisinis.

Penerapan prinsip-prinsip GCG bukan hanya di Kantor Direksi tetapi meliputi seluruh jajaran perusahaan baik pada Bagian, Kantor Group Unit Usaha. Prinsip-prinsip GCG akan tercermin dalam imolementasi Code of Conduct (Pedoman Perilaku). Karena penerapan GCG akan berdampak kepada peningkatan nilai termasuk bagi pelaku bisnis, maka seluruh pelaku bisnis perusahaan sepakat dan bertekad mendukung GCG pada PTPN IV (Persero).

Terdapat enam hal tujuan dari penerapan GCG pada BUMN.

1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi.

Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan Corporate Governance pada perusahaan adalah :
1. Lebih mudah meningkatkan modal
2. Mengurangi biaya modal
3. Meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja keuangan
4. Memberikan dampak yang baik terhadap harga saham.

Penerapan GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor, lemahnya praktik GCG merupakan salah satu faktor yang memperpanjang krisi ekonomi di Negara kita.

Pemerintah melalui kantor kementrian BUMN maupun otoritas pasar modal dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan direksi Bursa Efek Indonesia (pada saat itu masih Bursa Efek Jakarta) telah mewajibkan BUMN dan Emiten untuk menerapkan kebijakan GCG yang bertujuan menciptakan kepastian hukum yang bermuara kepada perlindungan investor dan masyarakat. Focus utama penerapan GCG saat ini adalah di lingkungan BUMN dan perusahaan terbuka, namun kenyataannya konsep GCG masih belum dipahami dengan baik oleh sebagian besar pelaku usaha.

Penerapan GCG di organisasi publik, bank maupun BUMN, dirahapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat, untuk mengantisipasi persaingan yang ketat di era pasar bebas, tanggung jawab sosial perusahaan dan etika bisnis. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal uang saja, tetapi juga dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat. Penerapan GCG tidak dapat dilepaskan dari moral dan etika para pelaku bisnis, yang selayaknya dituangkan dalam suatu standar baku di masing-masing perusahaan yang disebut Corporate Code of Conduct.

Privatisasi memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN, yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada BUMN. Bagi Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat berpengaruh secara keseleruhan.

Privatisasi memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN, yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada BUMN. Bagi Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat berpengaruh secara keseleruhan.

Komite Nasional mengenai kebijakan Corporate Governance (National Committee on Corporate Governance / NCCG), Agustus 1999 menidentifikasi 13 bidang penting yang memerlukan pembaharuan, menyusun dan menerbitkan Pedoman Good Corporate Governance (Code for Good Corporate Governance), (Maret 2001) yang dapat digunakan oleh korporasi dalam mengembangkan Corporate Governance, berisi :
1. Hak dan tanggung jawab pemegang saham
2. Fungsi, tugas dan kewajiban komisaris
3. Fungsi, tugas dan kewajiban dewan direksi
4. Sistem audit, termasuk peran auditor eksternal dan komite audit
5. Fungsi, tugas dan kewajiban sekretaris perusahaan
6. Hak stakeholders, dan akses kepada informasi yang relevan
7. Keterbukaan yang tepat waktu dan akurat
8. Kewajiban para komisaris dan direksi untuk menjaga kerahasiaan
9. Larangan penyalahagunaan informasi oleh orang dalam
10. Etika berusaha
11. Ketidakpatutan pemberian donasi politik
12.Pada peraturan perundang- undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja dan pelestarian lingkungan
13. Kesempatan kerja yang sama bagi para karyawan

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen (IAI-KAM), Ikatan Netherlands Association (INA/Perkumpilan Indonesia Belanda), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). FCGI bertujuan menjebatani kesenjangan antara praktik bisnis sekarang dengan international best practice, dan memberi informasi tentang Corporate Governance. Tantangn yang dihadapi oleh dunia bisnis akan semakin beragam bentuknya, dan tantangan tersebut akan jauh lebih nyata pada masa mendatang, di mana dunia semakin tidak bisa dibatasi lagi secara nyata dengan sekat, karena perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih.

Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi

Berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.

Akuntansi sebagai profesi dan peran akuntan Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non-atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. 

Peran akuntan dalam perusahaan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Meliputi prinsip kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility).

Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan secara signifikan di antaranya :

1. Prinsip kewajaran. Laporan keuangan dikatakan wajar bila memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa pengecualian dari akuntan publik. Laporan keuangan yang wajar berarti tidak mengandung salah saji material, disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (dalam hal ini Standar Akuntansi Keuangan). Peran akuntan independen (akuntan publik), memberikan keyakinan atas kualitas informasi keuangan dengan memberikan pendapat yang independen atas kewajaran penyajian informasi pada laporan keuangan. Adanya kewajaran laporan keuangan dapat mempengaruhi investor membeli atau menarik sahamya pada sebuah perusahaan. Jelaslah bahwa kegunaan informasi akuntansi dalam laporan keuangan akan dipengaruhi adanya kewajaran penyajian. Kewajaran penyajian dapat dipenuhi jika data yang ada didukung adanya bukti-bukti yang syah dan benar serta penyajiannya tidak ditujukan hanya untuk sekelompok orang tertentu. Dengan prinsip fairness ini, paling tidak akuntan berperan membantu pihak stakeholders dalam menilai perkembangan suatu perusahaan. Selain itu membantu mereka untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan yang lainnya. Untuk itu, laporan keuangan yang disajikan harus memiliki daya banding (comparability).

2. Prinsip akuntabilitas, Merupakan tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif, dengan dibentuknya komite audit. Bapepam mensyaratkan, dalam keanggotaan komite audit, minimum sebanyak 3 orang dan salah satu anggotanya harus akuntan. Komite audit mempunyai tugas utama melindungi kepentingan pemegang saham ataupun pihak lain yang berkepentingan dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan integritas informasi dalam laporan keuangan, laporan operasional serta parameter yang digunakan untuk mengukur, melakukan klasifikasi dan penyajian dari laporan tersebut. Untuk alasan itu, profesi akuntan sangat diperlukan dan mempunyai peranan penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas.

3. Prinsip transparansi. Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung pada kualitas penyajian informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu akuntan manajemen dituntut menyediakan informasi jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator yang sama. Untuk itu informasi yang ada dalam perusahaan harus diukur, dicatat, dan dilaporkan akuntan sesuai prinsip dan standar akuntansi yang berlaku. Prinsip ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian yang lengkap atas semua informasi yang dimiliki perusahaan. Peran akuntan manajemen, internal auditor, dan komite audit menjadi penting terutama dalam hal penyajian informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan secara trnasparan kepada pemakainya.

4. Prinsip responsibilitas. Prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat. Prinsip ini juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Seiring perubahan sosial masyarakat yang menuntut adanya tanggungjawab sosial perusahaan, profesi akuntan pun mengalami perubahan peran. Pandangan pemegang saham dan stakeholderlain saat ini tidak hanya memfokuskan pada perolehan laba perusahaan, tetapi juga memperhatikan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan. Selain itu kelangsungan hidup perusahaan tidak hanya ditentukan pemegang saham, tetapi juga stakeholder lain (misalnya masyarakat dan pemerintah).

Akuntansi sebagai profesi dan peran akuntan.

Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non-
Atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen.
Ekspektasi Publik

Masyarakat umumnya mengatakan akuntan sebagai orang yang profesional khususnya di dalam bidang akuntansi. Karena mereka mempunyai suatu kepandaian yang lebih di dalam bidang tersebut dibandingkan dengan orang awam sehingga masyarakat berharap bahwa para akuntan dapat mematuhi standar dan sekaligus tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dalam hal ini, seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan.
Nilai – Nilai etika Vs teknik akuntan / auditing.
- Integritas: setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi,
   kejujuran dan konsisten.
- Kerjasama: mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim
- Inovasi: pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja
  dengan metode baru.
- Simplisitas: pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan
   masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.

Teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.
Perilaku etika dalam pemberian jasa akuntan publik.

Dari profesi akuntan publik inilah Masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas Tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan Keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi Masyarakat, yaitu:

- Jasa assurance adalah jasa profesional independen Yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.

– Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).

– Jasa atestasi Adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai Dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
– Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan public Yang di dalamnya ia tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan Negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Sumber :



http://viiycantik.wordpress.com/2011/11/26/tugas-etika-profesi-akuntansi-bab-3/
http://akuntansi-management.blogspot.com/2011/08/perilaku-etika-dalam-profesi-akuntansi.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS